Jumat, 23 Desember 2011

Pembentukan Jelly

I.    PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Buah–buahan yang termasuk komoditi pertanian yang tergolong tanaman hortikultura. Warna buah cepat sekali berubah oleh pengaruh fisika misalnya sinar matahari atau pemotongan, serta pengaruh biologis sehingga mudah menjadi busuk. Oleh karena itu pengolahan buah untuk memperpanjang masa simpannya. Buah dapat diolah menjadi berbagai bentuk minuman seperti anggur, sari buah dan sirup juga makanan lain seperti manisan, dodol, keripik, dan sehingga buah tersebut meningkatkan nilai ekonomi. Buah yang sudah diolah dan dikemas maka konsumen tertarik untuk mengkonsumsinya sehingga dikatakan dapat meningkatkan nilai ekonomi.
Semua jenis buah-buahan dapat dibuat jelly, terutama buah yang mengandung pektin yang merupakan senyawa polisakarida yang berguna untuk membentuk gel dengan gula pada suasana asam. Buah-buahan yang umum dibuat jelly antara lain nenas, jambu biji, pepaya, sirsak, apel, strawberry, mangga, tomt dan lain-lain. Salah satu buah yang dapat  dibuat jelly yaitu tomat yang dapat diolah sebagai jelly. Tomat dapat diolah menjadi jelly karena mengandung pektin yang merupakan faktor pembentuk jelly. Selain pektin penambahan gula dan asam mempengaruhi pembentukan jelly. Jelly yang dikatakan baik apabila bening dan berwarna sesuai dengan aslinya. Dari uraian tersebut maka dilakukan praktikum untuk mengetahui pengaruh penambahan pektin dan penambahan gula terhadap jelly yang dihasilkan.

B.     Tujuan Praktikum
       Tujuan dari praktikum ini yaitu:
1.  Untuk mengetahui pengaruh penambahan pektin dan gula terhadap suhu yang dibutuhkan pada pembuatan jelly.
2.   Untuk mengetahui pengaruh penambahan gula terhadap waktu yang dibutuhkan pada pembuatan jelly. 
 II.   TINJAUAN PUSTAKA
A.  Tomat  (Solanum lycopersicum L)
Tomat (Solanum lycopersicumL) adalah tumbuhan dari keluarga Solanaceae, tumbuhan asli Amerika Tengah dan Selatan, dari Meksiko sampai Peru. Tomat merupakan tumbuhan siklus hidup singkat, dapat tumbuh setinggi 1 sampai 3 meter. Tomat merupakan keluarga dekat dari
kentang Kata "tomat" berasal dari kata dalam bahasa Nahuatl, tomatl. Menurut tulisan karangan Andrew F. Smith "The Tomato in America", tomat kemungkinan berasal dari daratan tinggi pantai barat Amerika Selatan. Setelah Spanyol menguasai Amerika Selatan, mereka menyebarkan tanaman tomat ke koloni-koloni mereka di Karibia. Spanyol juga kemudian membawa tomat ke Filipina, yang menjadi titik awal penyebaran ke daerah lainnya di seluruh benua Asia. Spanyol juga membawa tomat ke Eropa. Tanaman ini tumbuh dengan mudah di wilayah beriklim Mediterania (Anonim 2011a).
Klasifikasi tomat berdasarkan Anonim (2011a), ialah
Kingdom                 : Plantae
Subkingdom           : Tracheobionta
Super Divisi            : Spermatophyta
Divisi                       : Magnoliophyta
Kelas                      : Magnoliopsida
Ordo                       : Solanales
Famili                      : Solanaceae
Genus                     : Solanum
Spesies                   : Solanum lycopersicum L. 
B.  Gel
Gel adalah campuran koloidal antara dua zat berbeda fase: padat dan cair. Penampilan gel seperti zat padat yang lunak dan kenyal seperti jelly namun pada rentang suhu tertentu dapat berperilaku seperti fluida (mengalir). Berdasarkan berat, kebanyakan gel seharusnya tergolong zat cair, namun mereka juga memiliki sifat seperti benda padat. Contoh gel adalah gelatin, agar-agar, dan gel rambut. Biasanya gel memiliki sifat tiksotropi cairan ketika digoyang, tetapi kembali memadat ketika dibiarkan tenang. Beberapa gel juga menunjukkan gejala histeresis. Dengan mengganti cairan dengan gas dimungkinkan pula untuk membentuk aerogel yang merupakan bahan dengan sifat-sifat yang khusus, seperti massa jenis rendah, luas permukaan yang sangat besar, dan isolator panas yang sangat baik (Anonim, 2011b).

C.  Jelly
Jelly adalah produk yang terbuat dari sari buah dan dimasak dengan gula, yang berwarna jernih, transparan dan cukup kukuh mempertahankan bentuknya apabila dikeluarkan dari wadah. Zat pokok yang diperlukan pada pembuatan jelly adalah pektin, gula, dan asam. Dimasak pada kondisi tertentu gabungan ketiganya tersebut akan membentuk jelly dan terjadi banyak perubahan seperti perubahan warna, tekstur dan aroma. Pektin banyak terkandung di dalam daging buah sejak awal proses pematangan, sedangkan pada  buah  yang  masih  muda  dan  belum asak  tidak  mengandung  pektin. Cara pembuatan jelly dipengaruhi oleh tingkat kematangan buah dan jenis buah yang digunakan. Tidak semua buah mempunyai kandungan pektin yang tinggi (Satuhu, 2004).
Jelly adalah bentuk makanan semi padat yang penampakannya lebih jernih, kenyal, serta transparan. Menghasilkan mutu produk yang baik, maka komponen pektin merupakan bahan yang cukup penting peranannya. Jelly didefinisikan sebagai bahan pangan setengah produk yang dibuat dengan tidak kurang dari 45% bagian berat sari buah dan 55% berat gula. Campuran ini dikentalkan sampai mencapai kadar zat terlarut tidak kurang dari 65%, zat warna dan cita rasa dapat ditambahkan untuk melengkapi kekurangan yang ada dalam buah itu sendiri. Jelly dapat dibuat dari bahan yang matang, buah yang ukuran dan mutu dibawah standart dan buah-buahan yang jatuh dari pohon. Buah yang baik untuk pembuatan jelly adalah buah yang memiliki flavour yang kuat karena flavour buah dilarutkan dalam sejumlah besar gula yang diperlukan untuk menghasilkan konsistensi yang baik dan mempertahankan kualitas. Syarat jelly yang baik ialah transparan, mudah dioleskan dan mempunyai aroma dan rasa buah asli (Anonim, 2010c).
Kegagalan jelly untuk mengental, hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentuk gel, gula, dan asam (pH) dan pengaruh garam–garam mineral. Ketidakseimbangan ini dikarenakan kandungan asam atau pembentuk gel atau keduanya sangat rendah, pemasakan yang terlalu singkat sehingga pengentalan belum tercapai dan penambahan air yang terlalu banyak sewaktu penyaringan sari buah sehingga proporsi air terlalu banyak dibanding dengan bahan pembentuk gel. Kristalisasi jelly, gula dalam jumlah yang terlalu banyak, asam terlalu rendah dan pemasakan yang terlalu lama adalah sebab terjadinya kristalisasi pada jelly. Sineresis jelly dapat menjadi encer disebabkan asam yang terlalu tinggi hingga menyebabkan strukturnya pecah karena terjadi hidrolisis konsistensi gula terlalu rendah atau padatan terlarut sehinggga konsistensinya tidak begitu kuat karena bahan pembentuk gel mengikat air terlalu banyak, konsistensi pembentuk gel yang terlalu sedikit menyebabkan jaringan tidak kuat menahan cairan gula. Disamping itu dapat disebabkan oleh terjadinya penjendalan yang terlalu cepat, sehingga menyebabkan jaringan rusak saat jelly dituang dalam wadah. Jelly keruh hal ini disebabkan penyaringan yang tidak sempurna. Penyaringan yang baik tanpa penekanan. Jelly tersuspensi terjadi bila sebelumnya jelly sudah mengalami sineresis. Jelly bertekstur keras disebabkan oleh konsistensi penambahan gel yang terlalu tinggi, proporsi air terlalu rendah dan karakterisasi gula akibat pemanasan yang tinggi dan lama. Jelly yang baik mempunyai sifat bersih mengkilat, tembus pandang, dan warna yang menarik. Tekstur jelly juga harus empuk dan mudah dipotong namun cukup kaku untuk mempertahankan bentuk, tidak lengket, tidak pecah, dan punya karakteristik permukaan yang baik (Anonim, 2010c).
Kualitas fisik dan organoleptik jelly buah-buahan harus bersih mengkilat transparan, berwarna menarik, bila dipotong maka sisa potongan tajam dan halus. Mampu mempertahankan bentuk, tidak meleleh dan tidak menjadi sirup. Mampu mempertahankan aroma, citarasa, dan buah aslinya. Mekanisme pembentukan jelly pembentukan gel sangat dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu pektin, gula dan keasaman. Substrat buah-buahan, pektin adalah koloid bermuatan negatif. Penambahan gula akan mempengaruhi keseimbangan pektin, air, dan meniadakan kemantapan pektin. Pektin akan menggumpal dan membentuk serabut halus. Struktur ini mampu menahan cairan. Makin tinggi kadar gula makin padat struktur serabut tersebut. Kondisi yang sangat asam menghasilkan struktur gel yang sangat padat atau bahkan merusak gel karena hidrolisis pektin. Keasaman yang rendah menghasilkan serabut yang lemah sehingga tidak mampu menahan cairan. Pendidihan merupakan tahap yang penting dalam pembuatan jelly. Sari buah dikentalkan dengan cepat sampai terbentuk gel dari sistem pektin-gula-asam. Pendidihan yang terlalu lama dapat menyebabkan hidrolisis pektin dan penguapan asam. Selain itu, juga dapat menyebabkan hilangnya flavour dan warna. Setelah pembentukan gel tercapai, jelly dipindahkan ke dalam wadah pada suhu 850C – 9000C untuk menjamin setting point yang optimum, distribusi buah yang merata akan meminimalkan perubahan berat karena perubahan densitas. Selanjutnya pendinginan produk dilakukan dengan menyemprotkan air bersih dengan suhu 6000C untuk mencegah thermal shock, lalu setelah itu dengan air bersuhu 2000C (Anonim, 2010d).  
 Perubahan fisik-kimia dan organoleptik pada jelly tiap produk pangan tentunya mengalami perubahan yang diakibatkan oleh tahapan proses yang dilalui termasuk juga perubahan komposisi. Tahapan yang paling berpengaruh pada kualitas jelly adalah pemanasan. Peningkatan konsentrasi pembentuk gel akan meningkatkan tekstur (kekerasan jelly) total asam, tingkat kesukaan tekstur, meningkatkan kestabilan vitamin C, dan menurunkan kesukaan terhadap warna. Sedangkan terhadap Aw, kadar air rasa, dan aroma berpengaruh tidak nyata. Konsentrasi karagenan akan meningkatkan kadar air, warna, sineresis, tekstur, dan menurunkan kekuatan gel serta tidak berpengaruh nyata terhadap aktivitas air dan kadar gula reduksi. Dan peningkatan air perebusan (air pengekstrak) akan meningkatkan kadar air pH, intensitas warna, rasa, dan menurunkan kadar vitamin C, gula reduksi sineresis, aroma dan tekstur (Anonim, 2010d).  
D.  Agar
Agar-agar, agar atau agarosa adalah zat yang biasanya berupa gel yang diolah dari rumput laut atau alga. Di Jepang dikenal dengan nama kanten dan oleh orang Sunda disebut lengkong. Jenis rumput laut yang biasa diolah untuk keperluan ini adalah Eucheuma spinosum (Rhodophycophyta). Beberapa jenis rumput laut dari golongan Phaeophycophyta (Gracilaria dan Gelidium) juga dapat dipakai sebagai sumber agar-agar. Rumput laut termasuk kelompok tumbuhan alga yang berukuran besar, bersifat bentik atau tumbuh menancap atau menempel pada suatu substrat di perairan laut. Rumput laut sebagai salah satu komoditi hasil perikanan yang sebagian besar diekspor dlam bentuk kering dan produk setengah jadi. Produk agaragar diperoleh dari extraksi satu jenis rumput laut saja dan campuran berbagai macam rumput laut (Anonim, 2009e).

E.  Pektin
Pektin merupakan bahan yang cukup penting peranannya. Pektin secara alami terdapat pada buah dengan kadar yang berbeda-beda tergantung jenis buah dan tingkat kematangannya. Karenanya biasanya untuk mendapatkan hasil yang optimal kombinasi penggunaan buah yang setengah matang dan matang merupakan kunci mutu produk yang dihasilkan. Buah setengah matang diperlukan untuk sebagai sumber pectin sedangkan buah matang diperlukan untuk memberikan kontribusi aroma pada produk yang akan dibuat. Derajat metilasi atau jumlah gugus karboksil yang teresterifikasi dengan metil menentukan suhu pembentukan gel. Semakin tinggi derajat metil semakin tinggi suhu pembentuk gel. Untuk pembuatan selai diperlukan pektin dengan derajat metilasi 74, artinya 74 % dari gugus karboksil mengalami metilasi. Penggunaan pektin yang paling umum adalah sebagai bahan perekat/pengental (gelling agent) pada selai dan jelly. Pemanfaatannya sekarang meluas sebagai bahan pengisi, komponen permen, serta sebagai stabilizer untuk jus buah dan minuman dari susu, juga sebagai sumber serat dalam makanan (Winarno, 2004).
Pektin banyak terkandung di dalam daging buah sejak awal proses pematangan, sedangkan pada buah yang masih muda dan belum masak tidak mengandung pektin. Jelly grade yaitu jumlah gula (lb) yang diperlukan untuk pembentukan gel oleh 1 lb pektin. Pektin dengan jelly grade 65 berarti untuk pembentukan gel diperlukan 65 lb gula untuk setiap lb pektin. Derajat metilasi atau jumlah gugus karboksil yang teresterifikasi dengan metil menentukan suhu pembentukan gel. Semakin tinggi derajat metil semakin tinggi suhu pembentuk gel. Untuk pembuatan selai diperlukan pektin dengan derajat metilasi 74, artinya 74 % dari gugus karboksil mengalami metiilasi (Winarno, 2004).

F.     Gula
Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman. Gula sederhana seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam), menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel (Anonim, 2011f).
 Kandungan gula pada jelly tidak kurang dari 45 %. Selain berfungsi sebagai rasa manis dan pengawet. Banyaknya gula yang tambahkan tergantung pada kandungan pektin dan asam. Semakin tinggi kandungan pektin pada buah maka semakin banyak gula yang ditambahkan, sedangkan semakin asam rasa buahnya semakin sedikit gula yang ditambahkan dan makin kurang asamnya semakin banyak gula yang ditambahkan. Kualitas jelly yang dihasilkan sebanding dengan gula yang ditambahkan. Semakin banyak gula yang ditambahkan, semakin lembek jelly yang dihasilkan sehingga bentuknya seperti sirup. Banyaknya gula yang tambahkan tergantung pada kandungan pektin dan asam. Saat ini pemasaran buah nanas tidak hanya dalam bentuk segar tetapi juga dalam bentuk pangan olahan misalnya nanas kalengan, selai, dodol, keripik, jelly dan lain-lain. Semakin tinggi kandungan pektin pada buah maka semakin banyak gula yang ditambahkan, sedangkan semakin asam rasa buahnya semakin sedikit gula yang ditambahkan dan makin kurang asamnya semakin banyak gula yang ditambahkan. Kualitas jelly yang dihasilkan sebanding dengan gula yang ditambahkan. Semakin banyak gula yang ditambahkan, semakin lembek jelly yang dihasilkan sehingga bentuknya seperti sirup (Satuhu, 2004).

G.    Suhu
Suhu menunjukkan derajat panas benda. Mudahnya, semakin tinggi suhu suatu benda, semakin panas benda tersebut. Secara mikroskopis, suhu menunjukkan energi yang dimiliki oleh suatu benda. Setiap atom dalam suatu benda masing-masing bergerak, baik itu dalam bentuk perpindahan maupun gerakan di tempat berupa getaran. Makin tingginya energi atom-atom penyusun benda, makin tinggi suhu benda tersebut. Suhu juga disebut temperatur yang diukur dengan alat termometer. Pemasakan suhu rendah yang biasa digunakan 65oC akan menolong mempertahankan warna, citarasa, menghindarkan degradasi pektin yang berlebihan. (Anonim, 2010g).
H.     Gelatinasi
Gelatinisasi adalah kondisi dimana granula pati pecah. Untuk mencapai gelatinisasi harus ada air dan suhu yang bervariasi tergantung darimana pati tersebut berasal. Air akan masuk kedalam ganula pati, lalu granula pati akan membengkak luar biasa dan pecah. Faktor-faktor yang mempengaruhi gelatinisasi yaitu kadar air, suhu, pH, konsentrasi pati, jenis granula dan keheterogenan pati. (Anonim, 2008h).
Proses gelatinisasi dipengaruhi beberapa hal Winarno (2004), yaitu:                            
1.Asal pati : meliputi ukuran granula & kandungan amilosa/ amilopektin pati masing-masing bahan, granula ubi kayu berukuran 5-35 mikron dan terdiri dari amilosa 20% dan amolipektin 80%.
2. pH larutan dan suhu air yang ditambahkan : pH optimum 4-7. bila pH terlalu tinggi pembentukan gel cepat tetapi cepat turun lagi. Jika terlalu rendah pembentukan gel lambat. Untuk airnya jika tidak tepat maka tidak terjadi gelatinisasi.
3.Konsentrasi pati : makin kental suatu larutan, maka suhu gelatinisasi makin lama tercapai. Konsentrasi terbaik untuk pembentukan gel adalah 20%.
4.Penambahan gula : gula akan menurunkan kekentalan dengan mengikat air sehingga suhu gelatinisasi makin tinggi.
5.Perlakuan mekanis, seperti pengadukan mempercepat terjadinya suhu gelatinisasi.
6.Konstituen organik & anorganik : lipida mampu mempengaruhi suhu gelatinisasi dengan menyelubungi granula pati sehingga menghambat penetrasi air dan amilosa sulit larut yang menyebabkan gel sulit terbentuk.
7.  Tinggi suhu dan lama pemanasan.

III.  METODOLOGI PRAKTIKUM
A.     Waktu dan Tempat Praktikum
       Praktikum Aplikasi Perubahan Kimia Pangan ini dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 01 November 2011, pukul 09.00-13.00 WITA, bertempat di Laboratorium Kimia Analisa dan Pengawasan Mutu Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.

B.     Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah:
-     pisau                                          -     gelas kimia
-     batang pengaduk                     -     timbangan analitik
-     hot plate                                    -     gelas ukur
-     erlenmeyer                                -     blender
-     magnetic stirer                         -   stopwacth
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah:
-     aquadest                                   -     aluminium foil
-     air                                              -     tomat
-     gula                                           -     tissu roll
-     pektin                                        -     kertas label
 C.     Prosedur Praktikum
1.   Pembentukan Gel
a.   Tepung terigu ditimbang dengan konsentrasi 5% dan 10%.
b.   Tepung terigu sesuai perlakuan ditambahkan air sebanyak 100 ml
Perlakuan :
A1 = Tepung terigu 5%
A2 = Tepung terigu 5% + gula 5%
A3 = Tepung terigu 10% + gula 5%
c.   Larutan tepung terigu dipanaskan, dicatat waktu dan suhu pembentukan gelnya.
d.   Diamati viskositas larutan tepung terigu sesudah didinginkan.
2.   Pembuatan Jelly
a. Mula-mula daging buah tomat dipotong kecil-kecil, kemudian ditimbang sebanyak 264 gram perlakuan.
b.   Daging buah dihancurkan menggunakan blender hingga diperoleh bubur buah.
c. Bubur buah ditambahkan dengan gula pasir dan pektin sesuai dengan perlakuan, kemudian diaduk hingga rata.
Perlakuan :
B1 = Kontrol ( tanpa penambahan gula dan pektin)
B2 = Tomat + gula 75%
B3 = Tomat + gula 75% + pektin hasil ekstraksi 0,5%
d. Campuran bubur buah, gula, dan pektin dipanaskan hingga terbentuk jelly, dihitung waktu dan suhu terbentuknya jelly.
e.   Diamati vikositasnya sesudah didinginkan.
3.   Pembuatan Agar
a.Mula-mula rumput laut kering ditimbang, dicuci kemudian direndam dengan         menggunakan air kapur 0,5% selama 24 jam.
b. Rumput laut yang sudah direndam kemudian dicuci hingga air kapur pada rumput laut hilang.
c.   Rumput laut kemudian direndam dengan aquades dan ditambahkan gula 50%.
d.   Dipanaskan hingga terbentuk gel, dicatat suhu dan waktu pembentukannya.
e. Agar yang telah terbentuk dimasukkan ke dalam wadah yang telah disterilkan, kemudian ditutup dan dibiarkan pada suhu ruang.

IV.    HASIL DAN PEMBAHASAN
A.     Hasil
Hasil yang diperoleh dari praktikum Pembentukan Gel, Jelly, dan Agar adalah :
Tabel 04. Hasil Pengamatan Praktikum Pembentukan Gel, Jelly, dan Agar
No.
Perlakuan
Parameter
Waktu
Suhu0C
1
A1
00.20.17
97OC
2
A2
00.16.45
103OC
3
A3
00.13.47
78OC
4
A4
00.14.58
101OC
5
B1
00.53.57
95 oC
6
B2
01.07.05
99OC
7
B3
00.57.34
91OC
8
Agar-Agar
00.49.55
80OC
Sumber : Data Primer Praktikum Aplikasi Perubahan Kimia Pangan, 2011.
B.     Pembahasan
Perlakuan B2 pembuatan jelly waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya jelly yaitu 67 menit, 5 detik dengan suhu 99oC jika dibandingkan dengan perlakuan B1 waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan jelly pada tomat yaitu 53 menit, 57 detik dengan suhu 950C. Hasil B2 suhu dan wakunya tinggi dibanding B1 yang dikarenakan kandungan pektin yang terdapat pada buah tomat. Pada B2 Konsentrasi penambahan gula sebanyak 75%. Hal ini tidak sesuai dengan kandungan gula yang seharusnya ada pada jelly yaitu 45% dan tidak adanya penambahan pektin didalam perlakuan B2 tersebut. Semakin tinggi pektin yang digunakan maka semakin tinggi pula gula yang ditambahkan. Hal ini sesuai dengan Anonim (2011c) bahwa kandungan gula pada jelly tidak kurang dari 45%. Selain berfungsi sebagai rasa manis dan pengawet, banyaknya gula yang ditambahkan tergantung pada kandungan pektin dan asam. Semakin tinggi kandungan pektin pada buah maka semakin banyak gula yang ditambahkan, sedangkan semakin asam rasa buahnya semakin sedikit gula yang ditambahkan dan makin kurang asamnya semakin banyak gula yang ditambahkan. Jelly yang dihasilkan seperti sirup karena semakin banyak gula yang ditambahkan, semakin lembek jelly yang dihasilkan. Sehingga pada saat pratikum waktu pembentukan jelly pada perlakuan B2 lebih lama dibanding perlakuan kontrol, karena perkiraan belum terjadi pembentukan jelly.
Perlakuan B3 pembuatan jelly waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya jelly yaitu 57 menit, 34 detik dengan suhu 91OC jika dibandingkan dengan perlakuan B1 waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan jelly pada tomat yaitu 53 menit, 34 detik dengan suhu 95oC. Hasil B3 suhu dan waktunya tinggi dibanding B1 dengan penambahan gula pada B3 sebanyak 75%. Salah satu faktor yang mempengaruhi gelatinisasi yaitu penambahan gula. Gula akan menurunkan kekentalan dengan mengikat air sehingga suhu gelatinisasi semakin tinggi jika dibandingkan suhu optimun yaitu 650C suhu yang digunakan diatas 900C yang menyebabkan degradasi pektin yang berlebih Hal ini sesuai dengan Anonim (2010) bahwa, pemasakan suhu rendah yang biasa digunakan 65oC akan menolong mempertahankan warna, citarasa, menghindarkan degradasi pektin yang berlebihan.
Perlakuan B2 pembuatan jelly waktu yang dibutuhkan
untuk terbentuknya jelly yaitu 67 menit, 5 detik dengan suhu
99OC jika dibandingkan dengan perlakuan B3 waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan jelly pada tomat yaitu 57 menit, 34 detik dengan suhu 91OC. Hasil B3 lebih cepat dibanding B2 karena adanya penambahan pektin 75%. Sehingga dengan adanya pektin mempercepat proses pengentalan. Hal ini sesuai dengan Winarno (2004), penggunaan pektin yang paling umum adalah sebagai bahan perekat/pengental. 
V.     PENUTUP
A.     Kesimpulan
       Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum ini yaitu:
1. Pemberian pektin mempengaruhi kualitas jelly, semakin tinggi kandungan pektinnya maka semakin mudah untuk mengental.
2. Pemberian gula juga mempengaruhi pembuatan jelly, semakin banyak gula yang digunakan maka akan mempengaruhi waktu dan suhu pada pembuatan jelly.
B.     Saran
       Pelaksanaan praktikum sebaiknya bahan-bahan yang dibutuhkan dipersiapkan terlebih dahulu untuk membantu memperlancar jalannya praktikum sehingga asisten dan praktikan dapat melaksanakan tugasnya masing-masing

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008. Perubahan-Granula-Pati. http://food.oregonstate.edu/. Diakses pada tanggal 3 November 2011, Makassar
Anonim, 2009. Agar. http://id.wikipedia.org/wiki/Agar. Diakses pada
tanggal 3 November 2011,
Makassar.
Anonim, 2010a. Cara Sederhana Membuat Jam dan Jell. http://amiere.multiply.com/journal/item. Diakses pada
tanggal 3 November 2011, Makassar.

Anonim, 2010b. Jam dan Jelly. http://kamaluddin 86.blogspot. com/jam-dan jelly.html. Diakses tanggal pada 3 November 2011, Makassar.
Anonim, 2011a.  Tomat http://id.wikipedia.org/wiki/Tomat. Diakses pada
 tanggal 24 Oktober 2011, Makassar.

Anonim, 2011b. Gel. http://id.wikipedia.org/wiki/Gel. Diakses pada
tanggal 3 November 2011, Makassar.
Anonim, 2011c. Gula. http://id.wikipedia.org/wiki/Gula. Diakses pada
tanggal 06 November 2011. Makassar

Anonim, 2011d. Suhu. http://id.wikepedia.org/wiki/suhu.com. Diakses pada tanggal 09 November 2010, Makassar.

Satuhu, Suyanti. 2004. Penanganan dan Pengolahan Buah. Penerbar Swadaya, Jakarta

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar